Mengulas “The Mysterious Country of Bhutan, Where Earth Meets Sky”

eliryn
5 min readJun 27, 2022

--

Tayangan yang mengulik kehidupan di negara Bhutan dari beragam aspek dengan judul “The Mysterious Country of Bhutan, Where Earth Meets Sky” menyimpan sisi misteri untuk dilihat lebih dalam. Dibuka dengan suara alat musik seruling yang cukup nyaring menjadi pengantar yang memberi kesan bahwa Bhutan penuh dengan keunikan dan hal misterius lainnya.

Negara Bhutan menjadi negara di wilayah Asia Selatan, yang dikelilingi oleh pegunungan Himalaya serta berada di antara negara India dan Nepal. Sebagian besar wilayahnya ditutupi pegunungan yang tingginya mencapai 2.000 meter. Sebagian besar masyarakatnya adalah menjadi petani, sebagian juga ada yang menjadi peternak sapi dengan memanen hasil susu dan daging. Negara Bhutan berbentuk kerajaan dan dianggap menjadi negara paling bahagia di dunia. Ditambah negara Bhutan adalah negara yang kaya secara spiritual atau keyakinan dalam beribadah sesuai agamanya, dimana agama utama di sana adalah beragama Buddha. Oleh karena itu ada lebih banyak biksu daripada pasukan polisi, dan menjadi negara di dunia yang tanpa adanya lalu lintas jalan. Ibu kotanya yaitu Thimphu, disana tidak ada restoran makan cepat saji maupun iklan komersial asing karena segala sesuatu yang diyakini mengganggu kebahagiaan orang disana termasuk dilarang di Bhutan.

Mereka memilih kelambatan daripada pertumbuhan untuk maju, meskipun begitu kehidupannya sangat sederhana namun hangat, bahagia, penuh dengan kebersamaan, dan juga tradisi budaya yang mengikutinya. Terlihat dalam tayangan tersebut sebagian dari mereka mempunyai kebiasaan seperti mengunyah sirih yang menyebabkan mulut mereka penuh dengan warna merah, terlihat saat mereka tersenyum hangat ke arah kamera. Penduduk disana mengenakan baju hangat karena kondisi pemukiman yang berada di sekitar pegunungan Himalaya yang berselimut salju. Penduduk Bhutan identik seperti orang Asia yang kebanyakan bermata sipit.

Gambar: Youtube Arirang TV

Hal tersembunyi lainnya terlihat saat bus melewati sekitaran gunung di Bhutan yang cukup curam dimana di samping jalan adalah tebing, menurut sang sopir yang bernama Buddha Kumar ia merasa tidak takut melewati jalan itu karena sudah mempunyai pengalaman yang cukup banyak dan hampir setiap hari melewati jalan tersebut. Dalam perjalanan dia selalu berdoa kepada Tuhan (Dewa Buddha) untuk diberi keselamatan.

Orang-orang dengan perjalanan naik bus adalah mereka yang ingin pulang kerumah atau desanya. Contohnya seperti Phub Sigyel seorang tentara sekaligus petinju yang mengatakan bahwa rumahnya dikelilingi oleh gunung dan hutan yang mengharuskannya untuk berjalan kaki setelah menaiki bus karena tidak ada bus yang menuju ke desanya, hal tersebut membutuhkan waktu enam jam lamanya untuk sampai ke rumah. Kemudian, terlihat keluarganya menyambut dengan pelukan hangat dan senyum kebahagiaan saat dia pulang, ada bibi dan paman serta beberapa yang lainnya. Keluarga tersebut membuat hidangan makanan nasional bernama Ema Datsi yang terbuat dari cabai atau paprika dengan keju yang kemudian digoreng menggunakan alat masak jenis tungku.

Bhutan adalah negara dengan gender equality dimana persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki terlihat dalam hal memasak. Oleh karena itu sangat mudah melihat seorang laki-laki memasak, seperti paman dari Phub Sigyel yang membantu istrinya memasak. Mereka makan bersama dengan duduk di lantai secara melingkar dengan memakan masakan Ema Datsi dicampur nasi yang terlihat sedikit merah dengan cara membentuk nasi menjadi bulatan kecil. Mereka sangat menikmati makanan pedas, nasi dan makanan sederhana lainnya. Mereka pun membuat makanan buatan rumah sendiri berupa mentega menggunakan alat tradisional yaitu dengan cara diputar-putar.

Mereka mandiri dan bahagia mempunyai apa yang mereka lakukan ditambah bantuan dari pemerintah diterima pada waktu dibutuhkan. Fakta lain yang menambah nilai kebahagiaan di negara Bhutan adalah bahwasanya tidak ada atau jarang terjadi perampokan ataupun pencurian, serta mereka pun tidak ada perang.

Simbol agama Buddha seperti gambar dewa menjadi salah satu simbol yang dipercaya masyarakat akan memberikan keberuntungan. Pada salah satu rumah terdapat tempat khusus bernama Choeshaam (altar) yaitu sebuah tempat yang ada di rumah yang digunakan untuk menyembah atau berdoa kepada Buddha. Setiap anggota di rumah beribadah setiap pagi dan kapanpun itu. Setiap hari juga menyiapkan tujuh wadah kecil air suci yang ditujukan kapada Tuhan yang dipraktikkan di setiap rumah tangga masyarakat Bhutan atau dikenal dengan istilah Ting. Air tersebut dipersembahkan kepada Tuhan seperti apa yang dilakukan oleh para ayah dan nenek mereka.

Menurut Khandu Dorji seorang petani yang menjadi pemilik tempat tersebut mengatakan “Apa yang kita makan kita sembahkan terlebih dahulu kepada Tuhan, setelah itu baru kita makan” menjadi kalimat yang cukup memiliki arti mendalam pada hal kereligiusan yang berarti mendahulukan Tuhan terlebih dahulu baru untuk kita sendiri. Beliau menunjukkan bagaimana dia sebagai peternak sapi mempraktikan cara memerah susu sapi, yaitu dengan mengikat terlebih dahulu kaki belakang sapi supaya kaki sapi tidak menendang.

Beliau juga memiliki daging sapi dan iga yang dikeringkan (diawetkan) atau dikenal dengan nama Sha Kam yang terletak di suatu ruangan yang tergantung di bawah cahaya lampu yang terang. Beliau menambahkan bahwa “Kebahagiaan hanya sebuah kalimat. Kebahagiaan ada di tangan kita. Jika kamu bekerja keras dan mencapai beberapa hal, kebahagiaan akan datang” ungkapnya.

Pada tahun 1972 raja Bhutan mengatakan dia tidak akan fokus untuk mempromosikan produk domestik bruto negaranya, tapi kebahagiaan. Bisa dikatakan Bhutan mengejar kebahagiaan. Terlihat dalam GNH (Gross National Happiness) atau Kebahagiaan Nasional Bruto merupakan kebijakan nasional Bhutan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan melindungi tradisi budaya dan lingkungan dan memastikan distribusi kekayaan yang adil.

Terlepas dari hal tersebut dalam hal perawatan kesehatan dan pendidikan dapat diterima secara gratis oleh masyarakat Bhutan. Seperti Yangzom seorang ibu yang ada di Rumah Sakit Rujukan Nasional Wangchuk yang membawa anaknya untuk menjalani pemeriksaan kesehatan. Ibu ini tidak mampu membayar biaya karena mencari nafkah dengan menjual barang di pasar, tetapi dia tidak terlihat khawatir.

Karena siapapun di Bhutan dapat menerima perawatan medis secara gratis. Dia senang tinggal di negara ini. Tshering Dorji menghadiri Institut Nasional untuk Zorig Chusum, di mana dia memperoleh pendidikan berkualitas tinggi karena bakatnya yang luar biasa. Pemerintah juga telah setuju untuk mensponsori studinya di luar negeri setelah lulus. Hal tersebut membuktikan pemerintah Bhutan mendukung orang-orang berbakat dan memberi semua penduduknya kesempatan yang sama.

Pada beberapa menit akhir tayangan tersebut terdapat sebuah ritual Puja, iringan musik, makan dan menari bersama di salah satu rumah yang berbentuk tingkat dengan kayu-kayu. Ada juga kumpulan orang laki-laki yang sedang latihan memanah dengan diiringi nyanyian dan tarian yang terlihat kompak satu sama lain yang lagi-lagi nampak dengan penuh kebahagiaan.

Referensi:

Arirang TV. 2014, 10 Februari. “[Arirang Prime] The mysterious country of Bhutan, where earth meets sky (하늘과 맞닿은 신비의 나라, 부탄)” https://youtu.be/yZHPzeeq2K0

--

--